Assalamu'alaikum
wr. wb.
Okky
Riswandha Imawan (13709251050), PPs UNY, P. Mat. 2013, Kelas D.
Memahami
lebih jauh tentang Filsafat
Ketika ingin berfilsafat mulailah dengan hal yang
sederhana, biasa saja, bahkan dari hal yang disepelekan kebanyakan orang. Misalnya
ketika kita melihat sendok bekas yang tergeletak di jendela, kenapa sendok
bekas tersebut bisa tergeletak di jendela? bukankah sendok berhubungan dengan
makanan, tempat makan, dapur, atau tempat cuci piring? Ataukah sendok tersebut
sedang menunggu untuk dibersihkan untuk digunakan kembali, atau sebenarnya
sendok tersebut sedang beristirahat dari fungsinya, ingin menyendiri sejenak,
di tempat yang sebenarnya bukan tempatnya, merasakan suasana baru. Wah, mohon
maaf, mungkin saya terlalu berimajinasi.
Objek dan laboratorium filsafat adalah segala yang
ada dan yang mungkin ada. Jadi tanpa membawa atau menyiapkan apa-apa kita dapat
belajar filsafat, karena segalanya telah tersedia di alam. Akan tetapi saya
rasa kita tidak dapat sembarangan berfilsafat, karena berfilsafat harus merefer
atau berdasarkan pemikiran para filusuf. Jadi untuk dapat berfilsafat dengan
baik dan benar harus belajar, membaca, dan terus membaca pemikiran para
filusif.
Sebelum berfilsafat kita harus berdoa terlebih
dahulu, memohon kekuatan dan bimbingan dari Allah SWT. Filsafat merupakan olah
pikir, pikiran kita memiki keterbatasan, jadi jangan terlalu dipaksakan, karena
dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan jika kita salah paham. Dalam
belajar berfilsafat kita pun harus ikhlas, karena betapapun beratnya belajar
filsafat, membaca, membaca, dan terus membaca, itu merupakan konsekuensi dari
keputusan kita untuk belajar filsafat.
Filsafat berhubungan dengan ruang dan waktu. Dalam
filsafat terdapat dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi horizontal
adalah dimensi yang di dalamnya terdapat orang-orang dengan kedudukan yang sama
didunia, dan cenderung sebagai orang biasa. Sedangkan dimensi vertikal adalah
dimensi yang di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di
dunia, dan cenderung orang-orang yang berada di golongan atas. Nyanyian
orang-orang dalam dimensi horizontal berhubungan dengan kehidupan sehari yang
biasa-biasa saja, sedangkan nyanyian orang-orang di dimensi vertikal lebih
bertemakan kepahlawanan, perjuangan, kekuasaan, dan lain sebagainya. Antara
suatu dimensi dengan dimensi yang lain saling terhubung dan membentuk harmoni.
Salah satu tujuan filsafat adalah mencapai kehidupan
yang komprehensif dan holistik. Komprehensif dapat diartikan lengkap, mencakup
hal-hal yang bersifat luas, sedangkan holistik dapat diartikan kokoh, tidak ada
gangguan, keadaan yang tenang terkendali. Sebagai analogi holistik adalah air
mineral dalam kemasan gelas plastik yang tertutup rapat, air mineral tersebut tidak
akan tumpah karena terjaga oleh kekuatan setiap sisi dari gelas plastik
tersebut.
Segala yang terjadi di dunia ini adalah takdir,
sedangkan segala yang dapat dirubah merupakan hasil dari ikhtiar kita. Begitu
banyak ciptaan Allah SWT di dunia ini, semuanya saling melengkapi, saling
berpengaruh dan menciptakan keseimbangan. Dengan keseimbangan tersebut maka
terciptalah harmoni kehidupan di dunia ini. Di beberapa sisi, Indonesia
tertihat memprihatinkan, menyedihkan, mengecewakan, akan tetapi jika dilihat
dari sisi lainnya terdapat hal-hal yang baik, memuaskan, membanggakan dari
Indonesia. Hal tersebut menunjukkan adanya keharmonian yang Allah SWT
anugerahkan kepada tanah air kita Indonesia, kita patut bersyukur.
Untuk menjawab pertanyaan filsafat, kita juga harus
menjawabnya dengan filsafat. Minimal kita harus memahami atau mengetahui
tentang tingkatan dimensi dari yang terbawah yaitu material, formal, normative,
filsafat, dan spiritual. Pengetahuan adalah gabungan dari logika, rasionalitas,
dan pengalaman. Ketiganya terus berinteraksi melahirkan tesis, antitesis, sintesis,
secara terus menerus. Filsafat mengajarkan kita untuk ikhlas dalam belajar,
bekerja, dan bertindak apapun, dan juga tidak menilai orang dari luarnya.
Untuk menjawab pertanyaan filsafat pun harus
berdasarkan pemikiran para filusuf. Sebagai contoh jika ada pertanyaan “mengapa
kita sekolah?”, jawabannya adalah karena ideal. Jawaban tersebut merunut
seorang filusuf bernama Plato. Alasan kita sekolah adalah untuk menggapai
cita-cita yang kita pikirkan di otak kita. Cita-cita ini adalah wujud
idealisme, seperti yang telah dinyatakan oleh Plato bahwa yang kita pikirkan
adalah idea dan yang terjadi di dunia adalah bayangan dari idea kita.
Filsafat merupakan akumulasi dari segala ilmu yang
kita peroleh. Oleh karena itu setiap kata dalam filsafat dapat mewakili dunia.
Kita tahu bahwa konstruktivisme pendidikan merunut pada teori Piaget, dan untuk
filsafat, konstruktivismenya merunut pada pemikiran Emanuel Khan, Aristoteles,
dan para filusuf lainya. Lebih tinggi lagi, maka konstrutivisme filsafat
berdasarkan pemikiran Herakritos dan Permenides. Permenides menyatakan bahwa
segala sesuatu itu tetap, sedangkan Herakrios menyatakan bahwa segala sesuatu
itu berubah.
Filsafat erat kaitannya dengan hakekat. Begitu
banyak segala yang ada di dunia ini, belum lagi yang mungkin ada. Akan tetapi
kita tidak perlu tahu tentang hakekat segala sesuatu, karena kemampuan tersebut
tidak etis, bayangkan saja betapa bingungnya pikiran kita jika dapat mengetahui
segala sesuatu. Untuk mengetahui diri sendiri pun tidaklah mudah, artinya yang
sedikit saja belum tentu kita pahami seluruhnya. Konsekuensi dari
ketidakmampuan kita dalam memahami segala sesuatu adalah seharusnya kita
bersyukur akan keterbatasan yang Allah SWT anugerahkan kepada kita.
Terimakasih
kepada Pak Marsigit dan teman-teman karena berkenan membaca dan mengomentari
tulisan saya. Mohon maaf jika saya melakukan kesalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar